Sabtu, 05 November 2011

Sejarah Idul Adha (Diambil Dari Kisah Nabi Ibrahim Dengan Anaknya Nabi Ismail)

qurban46.jpg

Pada suatu hari, Nabi
Ibrahim AS menyembelih
kurban fisabilillah berupa 1.000
ekor domba, 300 ekor sapi,
dan 100 ekor unta. Banyak
orang mengaguminya, bahkan para malaikat pun terkagum-
kagum atas kurbannya.
“Kurban sejumlah itu bagiku
belum apa-apa.Demi Allah!
seandainya aku memiliki anak
lelaki, pasti akan aku sembelih karena Allah dan aku
kurbankan kepada-Nya,”
kata Nabi Ibrahim AS,
sebagai ungkapan karena
Sarah, istri Nabi Ibrahim
belum juga mengandung. Kemudian Sarah
menyarankan Ibrahim agar
menikahi Hajar, budaknya
yang negro, yang diperoleh
dari Mesir. Ketika berada di
daerah Baitul Maqdis, beliau berdoa kepada Allah SWT
agar dikaruniai seorang anak,
dan doa beliau dikabulkan
Allah SWT. Ada yang
mengatakan saat itu usia
Ibrahim mencapai 99 tahun. Dan karena demikian lamanya
maka anak itu diberi nama
Isma'il, artinya "Allah telah
mendengar". Sebagai
ungkapan kegembiraan
karena akhirnya memiliki putra, seolah Ibrahim
berseru: "Allah mendengar
doaku". Ketika usia Ismail
menginjak kira-kira 7 tahun
(ada pula yang berpendapat
13 tahun), pada malam
tarwiyah, hari ke-8 di bulan
Dzulhijjah, Nabi Ibrahim AS bermimpi ada seruan,
“Hai Ibrahim! Penuhilah
nazarmu (janjimu).” Pagi harinya, beliau pun
berpikir dan merenungkan arti
mimpinya semalam. Apakah
mimpi itu dari Allah SWT
atau dari setan? Dari sinilah
kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai hari tarwiyah
(artinya, berpikir/merenung). Pada malam ke-9 di bulan
Dzulhijjah, beliau bermimpi
sama dengan sebelumnya.
Pagi
harinya, beliau tahu dengan
yakin mimpinya itu berasal dari Allah SWT. Dari sinilah hari
ke-9
Dzulhijjah disebut dengan
hari ‘Arafah (artinya
mengetahui), dan bertepatan
pula waktu itu beliau sedang berada di tanah
Arafah. Malam berikutnya lagi, beliau
mimpi lagi dengan mimpi yang
serupa. Maka, keesokan
harinya, beliau bertekad untuk
melaksanakan nazarnya
(janjinya) itu. Karena itulah, hari itu disebut denga hari
menyembelih kurban (yaumun
nahr). Dalam riwayat lain
dijelaskan, ketika Nabi
Ibrahim AS bermimpi untuk
yang pertama kalinya, maka beliau memilih domba-domba
gemuk, sejumlah 100 ekor
untuk disembelih sebagai
kurban. Tiba-tiba api datang
menyantapnya. Beliau
mengira bahwa perintah dalam mimpi sudah terpenuhi. Untuk
mimpi yang kedua kalinya,
beliau memilih unta-unta gemuk
sejumlah 100 ekor untuk
disembelih sebagai kurban.
Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau
mengira perintah dalam
mimpinya itu telah terpenuhi. Pada mimpi untuk ketiga
kalinya, seolah-olah ada yang
menyeru, “Sesungguhnya
Allah SWT
memerintahkanmu agar
menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun
seketika, langsung memeluk
Ismail dan menangis hingga
waktu Shubuh tiba. Untuk
melaksanakan perintah
Allah SWT tersebut, beliau menemui istrinya terlebih
dahulu, Hajar (ibu Ismail).
Beliau
berkata, “Dandanilah
putramu dengan pakaian yang
paling bagus, sebab ia akan kuajak untuk
bertamu kepada Allah.”
Hajar pun segera
mendandani Ismail dengan
pakaian paling bagus
serta meminyaki dan menyisir rambutnya. Kemudian beliau bersama
putranya berangkat menuju
ke suatu lembah di daerah
Mina dengan
membawa tali dan sebilah
pedang. Pada saat itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa
sibuknya
dan belum pernah sesibuk itu.
Mondar-mandir ke sana ke
mari. Ismail yang melihatnya
segera mendekati ayahnya. “Hai Ibrahim! Tidakkah kau
perhatikan anakmu yang
tampan dan lucu itu?” seru
Iblis. “Benar, namun aku
diperintahkan untuk itu
(menyembelihnya),” jawab
Nabi Ibrahim AS.Setelah
gagal membujuk ayahnya,
Iblsi pun datang menemui ibunya, Hajar. “Mengapa
kau hanya duduk-duduk
tenang saja, padahal suamimu
membawa anakmu untuk
disembelih?”
goda Iblis. “Kau jangan berdusta
padaku, mana mungkin
seorang ayah membunuh
anaknya?” jawab Hajar. “Mengapa ia membawa tali
dan sebilah pedang, kalau
bukan untuk menyembelih
putranya?”
rayu Iblis lagi. “Untuk apa seorang ayah
membunuh anaknya?” jawab
Hajar balik bertanya. “Ia menyangka bahwa Allah
memerintahkannya untuk itu”,
goda Iblis meyakinkannya. “Seorang Nabi tidak akan
ditugasi untuk berbuat
kebatilan. Seandainya itu
benar, nyawaku sendiri pun
siap dikorbankan demi
tugasnya yang mulia itu, apalagi hanya dengan
mengurbankan nyawa anaku,
hal itu belum berarti apa-apa!”
jawab Hajar dengan mantap. Iblis gagal untuk kedua
kalinya, namun ia tetap
berusaha untuk menggagalkan
upaya penyembelihan Ismail
itu. Maka, ia pun menghampiri
Ismail seraya membujuknya, “Hai Isma’il! Mengapa kau
hanya bermain-main dan
bersenang-senang saja,
padahal ayahmu mengajakmu
ketempat ini hanya untk
menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali dan
sebilah pedang,” “Kau dusta, memangnya
kenapa ayah harus
menyembelih diriku?” jawab
Ismail denganheran.
“Ayahmu menyangka bahwa
Allah memerintahkannya untuk itu” kata Iblis
meyakinkannya. “Demi perintah Allah! Aku
siap mendengar, patuh, dan
melaksanakan dengan
sepenuh jiwa
ragaku,” jawab Ismail
dengan mantap. Ketika Iblis hendak merayu
dan menggodanya dengan
kata-kata lain, mendadak
Ismail
memungut sejumlah kerikil
ditanah, dan langsung melemparkannya ke arah
Iblis hingga
butalah matanya sebelah kiri.
Maka, Iblis pun pergi
dengan tangan hampa. Dari
sinilah kemudian dikenal dengan
kewajiban untuk melempar
kerikil ( jumrah) dalam ritual
ibadah
haji. Sesampainya di Mina, Nabi
Ibrahim AS berterus
terang kepada putranya,
“Wahai anakku!
Sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah apa
pendapatmu?…” (QS. Ash-
Shâffât, [37]: 102). “Ia (Ismail) menjawab,
‘Hai bapakku! Kerjakanlah
apa yang diperintahkan
kepadamu, Insya Allah!
Kamu mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shâffât,
[37]: 102). Mendengar jawaban
putranya, legalah Nabi
Ibrahim AS dan langsung
ber-tahmid (mengucapkan
Alhamdulillâh) sebanyak-
banyaknya. Untuk melaksanakan tugas
ayahnya itu Ismail berpesan
kepada ayahnya, “Wahai
ayahanda!
Ikatlah tanganku agar aku
tidak bergerak-gerak sehingga merepotkan.
Telungkupkanlah wajahku
agar tidak terlihat oleh ayah,
sehingga tidak timbul rasa iba.
Singsingkanlah lengan baju
ayah agar tidak terkena percikan darah sedikitpun
sehingga bisa mengurangi
pahalaku,dan jika ibu
melihatnya tentu akan turut
berduka.” “Tajamkanlah pedang dan
goreskan segera dileherku ini
agar lebih mudah dan cepat
proses mautnya. Lalu
bawalah pulang bajuku dan
serahkan kepada agar ibu agar menjadi kenangan
baginya, serta sampaikan pula
salamku kepadanya dengan
berkata, ‘Wahai ibu!
Bersabarlah dalam
melaksanakan perintah Allah.’ Terakhir, janganlah
ayah mengajak anak-anak lain
ke rumah ibu sehingga ibu
sehingga semakin menambah
belasungkawa padaku, dan
ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku,
janganlah dipandang seksama
sehingga menimbulka rasa
sedih di hati ayah,” sambung
Isma'il. Setelah mendengar pesan-
pesan putranya itu,Nabi
Ibrahim AS menjawab,
“Sebaik-baik kawan
dalam melaksanakan perintah
Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!” Kemudian Nabi Ibrahim as
menggoreskan pedangnya
sekuat tenaga ke bagian leher
putranya yang telah diikat
tangan dan kakinya, namun
beliau tak mampu menggoresnya. Ismail berkata, “Wahai
ayahanda! Lepaskan tali
pengikat tangan dan kakiku ini
agar aku tidak
dinilai terpaksa dalam
menjalankan perintah- Nya. Goreskan lagi ke leherku
agar para
malaikat megetahui bahwa
diriku taat kepada Allah
SWT dalam menjalan
perintah semata- mata karena-Nya.” Nabi Ibrahim as
melepaskan ikatan tangan dan
kaki putranya, lalu beliau
hadapkan wajah anaknya ke
bumi dan langsung
menggoreskanpedangnya ke leher putranya dengan sekuat
tenaganya, namun beliau masih
juga tak mampu
melakukannya karena
pedangnya selalu
terpental. Tak puas dengan kemampuanya, beliau
menghujamkan pedangnya
kearah sebuah
batu, dan batu itu pun terbelah
menjadi dua bagian. “Hai
pedang! Kau dapat membelah batu,
tapi mengapa kau tak mampu
menembus daging?” gerutu
beliau. Atas izin Allah SWT,
pedang menjawab, “Hai
Ibrahim! Kau menghendaki
untuk menyembelih,
sedangkan Allah penguasa
semesta alam berfirman, ‘jangan disembelih’. Jika
begitu,kenapa aku harus
menentang perintah Allah?” Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya ini benar-
benar suatu ujian yang nyata
(bagimu). Dan Kami tebus
anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shâffât,
[37]: 106) Menurut satu riwayat, bahwa
Ismail diganti dengan seekor
domba kibas yang dulu pernah
dikurbankan oleh Habil dan
selama itu domba itu hidup di
surga. Malaikat Jibril datang membawa domba kibas itu dan
ia masih sempat melihat Nabi
Ibrahim AS menggoreskan
pedangnya ke leher putranya.
Dan pada saat itu juga
semesta alam beserta seluruh isinya ber-takbir (Allâhu
Akbar) mengagungkan
kebesaran Allah SWT atas
kesabaran kedua umat-Nya
dalam enjalankan perintahnya.
Melihat itu,malaikai Jibril terkagum-kagum lantas
mengagungkan asma Allah,
“Allâhu Akbar, Allâhu
Akbar, Allâhu Akbar”.
Nabi Ibrahim AS
menyahut, “Lâ Ilâha Illallâhu wallâhu Akbar”.
Ismail mengikutinya, “Allâhu
Akbar wa lillâhil hamd”.
Kemudian bacaan-bacaan
tersebut
dibaca pada setiap hari raya kurban (Idul Adha).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar